Insenerator dan Dampak yang Ditimbulkan
Pembakaran sampah di ruang terbuka seperti di halaman
rumah atau di manapun telah dilarang oleh Undang-Undang. Membakar dengan
insinerator walaupun tidak secara khusus dilarang, tetapi tidak dianjurkan. Di
dalam UU 18/2008 jelas insinerator bukan mainstream
karena yang diutamakan adalah pengurangan sampah dari sumber dan penangan
secara berwawasan lingkungan untuk yang masih belum dapat dikurangi.
Dalam film feature dokumenter “Thrased” (2012) yang
dipandu oleh aktor pemenang Oscar, Jeremy Irons, permasalahan mengenai
insinerator baru dikupas sebagian. Film ini terasa bias karena berusaha
menampilkan sisi dan informasi yang biasanya memang tidak ditampilkan atau
secara aktif disembunyikan ke publik. Dengan kata lain, info yang disampaikan
ke publik oleh sebagian ilmuwan sekalipun sebenarnya bisa bias pada
insinerator.
Film ini tidak mengingkari bahwa bila insinerator bisa
dipertahankan di atas 1000 derajat Cecius, dan pengawasan operasi insinerator
dilakukan dengan ketat, dioksin bisa kita hindari. Film tersebut menjelaskan
pada kenyataannya sampai titik ini diperkirakan 50-80 persen kontaminasi
dioksin berasal dari insinerator sampah. Artinya fasilitas yang ada di negara
maju sekalipun ternyata tetap menghasilkan dioksin. Pertanyaan yang timbul
adalah mengapa?
Hal ini terjadi karena tidak mudah dan sangat mahal untuk
mempertahankan operasi insinerator pada suhu tinggi terus menerus. Dalam proses
operasi insinerator, fluktuasi suhu sampai di bawah 800 C sangat mungkin terjadi
dan akibatnya pelanggaran baku mutu bisa cukup sering terjadi.
Hal ini dapat terjadi misalnya karena: kekurangan bahan
bakar, kapasitas pengelola insinerator yang buruk (ini sangat mungkin terjadi
di Indonesia) atau bila suatu insinerator kekurangan pasokan sampah. Apalagi nilai
kalor sampah kota Bandung yang relatif rendah karena dominan bahan organik
basah. Insinerator bisa mengalami kekurangan sampah, misalnya karena keterlambatan
pasokan yang disebabkan oleh kemacetan lalu lintas sampai karena kita berhasil
dengan kampanye pengurangan sampah di sumber.
Film tersebut menunjukan beberapa contoh di seluruh dunia
bahwa kenyataannya insinerator saat ini masih menghasilkan dioksin (terlepas
dari klaim para pembuat insinerator). Artinya operasi insinerator yang ideal pada
kenyataannya memang sulit dipertahankan, sehingga para operator insinerator
sebenarnya sering (regularly)
melanggar baku mutu.
1. Insinerator modern di Skotlandia menganggar batas emisi
172 kali pada tahun 2010
2. Tahun 2009 dan 2010 insinerator Holcim di Argentina
menghasilkan dioksin 52% lebih tinggi pada tahun 2009 dan tahun 2010 malah 203%
lebih besar
3. Insinerator di Massachusetts Amerika Serikat didenda
karena emisi dioksi yang tinggi di tahun 2008
4.
Di Kanada fasilitas Waste
To Energy (WTE) dengan teknologi plasma harus ditutup karena emisi Nox dan
metan yang tinggi
5.
Insinerator di sebuah kota Perancis telah berhasil menutup
insinerator-insinerator lokal karena telah menghasilkan dioksin 13.000 kali
lipat lebih tinggi dan terutama setelah kasus kanker meningkat siginfikan
Mendapatkan data-data diatas tadi tidaklah mudah karena
operasi insinerator seringkali sangat tertutup karena alasan politik bisnis dan
proses pengawasan maupun pengukuran emisi yang sangat mahal. Ini adalah
fasilitas di negara-negara maju. Kalau fasilitas di negara berkembang
masalahnya bukan saja dioksin tetapi insineratornya bisa sampai meledak,
seperti yang baru-baru ini terjadi di Cina.
Emisi dioksin ke udara hanya sebagian masalah. Masalah
lain adalah dioksin yang ada di abu sisa pembakaran. Dioksin dan furan, bersama
logam berat bisa dicegah untuk lepas ke udara dengan fasilitas penangkap
polutan (yang sangat mahal), tetapi pada akhirnya abu yang tertangkap (fly ash) dan telah mengandung dioksin
tetap menjadi masalah. Di film Trashed dijelaskan bahwa setiap 30 Kg fly ash mengandung 100 kali
lebih banyak dioksin daripada yang lepas ke udara. Dan untuk bottom ash 300 Kg mengandung dioxin 30
kali lebih banyak daripada yang lepas ke udara.
Dan abu tersebut dibuang ke TPA atau banyak dari abu
tersebut (khususnya bottom ash) dipakai
untuk membuat bahan bangunan, sehingga potensial melepaskan dioksin ke alam.
Karena dioxin ini bersifat persisten (baru hilang setelah 6 generasi) dan
pembakaran sampah di insinerator dilakukan sangat intensif maka dioxin
(walaupun dikeluarkan sedikit-sedikit) akan terus terakumulasi di alam dalam
jangka waktu panjang sampai pada konsentrasi yang berbahaya di alam. Entah pada
masa kita atau anak cucu kita.
Himbauan yang kita tangkap dari film Trashed tersebut
adalah:
1. Penerapan prinsip kehari-hatian (precautionary principle): bila belum ada bukti ilmiah yang
meyakinkan bahwa suatu bahan berpotensi pencemar aman, maka bahan tersebut
sebaiknya tidak digunakan dan jangan sampai lepas ke alam. Termasuk proses yang
berpotensi menghasilkan dioksin tentunya.
2.
Kita bisa berdebat tentang jumlah dioksin yang dihasilkan
oleh insinerator modern saat ini, tapi kenyataannya kadar dioksin di bumi saat
ini sudah terlalu tinggi (yang dihasilkan dari insinerator-insinerator
sebelumnya) dan dioksin adalah bahan persisten yang bertahan selama 6 generasi,
oleh karena itu kita saat ini perlu segera menghentikan segala macam
proses yang berpotensi menghasilkan dioksin, apalagi bila telah ada alternatif
yang sangat bersaing (seperti pengelolaan sampah di sumber lewat 3R dll). Why not?
FYI
Dioxin hanyalah salah satu bahan beracun yang dihasilkan
dari pembakaran sampah (ada juga logam berat misalnya) tetapi memang merupakan
bahan yang paling beracun, sehingga menjadi pusat perhatian.
Konsentrasi racun di alam dipercepat oleh proses
kehidupan. Karena masuk melalui rantai makanan. Seperti dikatakan di film
tersebut, racun masuk melalui sapi melalui rumput. Rumput ternyata
mengkonsentrasikan dioksin dengan cukup kuat sehingga dioksin yang dimakan sapi
melalui rumput setara dengan yang kita hirup selama 14 tahun di tempat yang
sama.
Ekonomi kota pun akan terkena dampak dari insinerator misalnya
kota Harrisburg di Amerika Serikat dipaksa untuk mengajukan tuntutan bankrut karena hutang
sebanyak 310 juta dolar ke insinerator-insinerator mereka. (David
Sutasurya)
0 komentar