Oleh: Ali, Russy, Wulan, Tuti (staf dan relawan YPBB)
Langkah-langkah kaki itu begitu mantap. Santai namun penuh semangat, menelusuri trotoar-trotoar sambil membawa kertas, pita, dan kain yang bertuliskan pesan-pesan lingkungan. Mereka sudah siap untuk memenuhi pohon-pohon di sebagian kota ini dengan tulisan-tulisan kepedulian terhadap lingkungan.
Inilah salah satu gambaran kegiatan Festival Taman Kota dalam rangka memperingati Hari Bumi pada hari Minggu, 20 April 2003 yang diselenggarakan oleh Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB). Kegiatan di atas adalah Aksi Pelestarian Lahan Hijau yang dilakukan oleh anak-anak anggota klub lingkungan dari 5 SLTP di kota Bandung beserta para relawan YPBB.
Acara puncak Festival Taman Kota dilaksanakan pada hari Minggu, 20 April 2003 dipusatkan di taman Cilaki Bandung. Persiapan sudah dilakukan di lokasi kegiatan sejak malam sebelumnya. Seluruh relawan berkumpul di taman Cilaki pada pukul 06.00 WIB untuk mempersiapkan segala sesuatunya.
Pelaksanaan Festival Taman Kota ini cukup semarak seperti tahun-tahun sebelumnya dikarenakan lokasi pelaksanaannya yang berada di salah satu taman kota terbesar di kota Bandung. Posisi taman Cilaki sangat strategis untuk pelaksanaan kegiatan yaitu berada dekat dengan Lapangan Gasibu dan Gedung Sate yang selalu penuh pengunjung pada hari Minggu untuk sekedar berjogging atau duduk santai bersama keluarga dan teman. Apalagi dengan bentuk acara yang sangat inklusif dan memberikan kesempatan yang luas bagi pengunjung untuk ikut serta di dalamnya membuat acara-acara di dalamnya berlangsung ramai dan meriah.
Lokasi kegiatan terbagi menjadi dua, Taman Cilaki atas dipergunakan bagi pusat kegiatan, panggung bagi pertunjukan kesenian, sekaligus lokasi bagi pameran dan bazaar. Sementara Taman Cilaki bagian bawah dipergunakan bagi kegiatan Pelita Kota.
Pembukaan dan Atraksi Seni
Acara resmi dibuka pada pukul 08.00 WIB. Sebuah prosesi seni oleh Pasukan Ketuk dari Arga Wilis STSI Bandung mengawali acara puncak Festival Taman Kota Hari Bumi 2003. Instalasi air dari bambu, suara suling dan kecapi Sunda seakan mengajak semua pengunjung Festival untuk hening sejenak. Pesan-pesan lingkungan dalam bahasa Sunda lembut dan nyaring dalam harmoni musik tardisional itu.
Sebuah happening art menyambut lantunan pesan itu. Seorang seniman melumuri seluruh tubuhnya dengan cat hijau. Ia ingin menyampaikan bahwa air adalah sumber kehidupan, tanpa air tidak akan ada kehidupan. Dua buah botol infus kosong dan orang yang terbaring adalah simbol dari pesan tersebut.
Panggung utama adalah sentral dari kegiatan ini. Di sini pengunjung bisa menyaksikan berbagai atraksi seni dari berbagai kelompok senima lokal Bandung, seperti pembacaan puisi, happening art, musik angklung, talkshow, dan juga penarikan doorprize. Setting panggung yang cukup sederhana tanpa podium namun dibatasi oleh kain hitam panjang yang artistik membuat tempat ini menarik bagi pengunjung. Sebuah kesederhanaan dalam harmoni menyatu dengan alam.
Deretan botol-botol aqua yang telah kosong terlihat di sebelah kanan depan panggung. Sebuah simbol keprihatinan yang ingin diungkapkan oleh seniman akan kondisi air. Sebuah sumber daya alam yang seharusnya dapat dinikmati secara gratis oleh masyarakat namun kini sudah tercemar dan dikuasai oleh industri. Masyarakat harus membayar untuk dapat mengakses air yang merupakan sumber kehidupan tersebut.
Selain Pasukan Ketuk, atraksi seni juga diisi oleh Arga Wilis STSI Bandung yang menampilkan Tarian Bumi, grup nasyid Al-Jihad, grup musik angklung dari Gentraseba STBA YAPARI Bandung dan Paguyuban Pengarang Sastra Sunda (PPSS) yang membacakan sebuah cerpen berjudul Leuweung Larangan (Hutan Lindung). Cerpen ini menceritakan tentang kakek yang mendongeng kepada cucunya tentang hutan larangan yang dijaga oleh siluman nyi putri. Kalau ada yang berani datang dan merusak hutan itu, maka Nyi Putri akan menangkap orang itu. Tetapi itu hanya dongeng, karena setelah cucunya besar, justru cucunya yang merusak hutan itu. Pesan dari cerpen ini adalah semakin pintar pikiran kita, justru semakin jahat kita terhadap hutan.
Selain cerpen, PPSS juga menampilkan puisi yang berjudul Langit, Bulan dan Bunga yang dibacakan oleh Euis. Isi dari puisi ini adalah walaupun banyak lahan di bumi, tetapi tidak semua lahan bisa ditanami oleh bunga dan ubi, karena banyak kondisi lahan yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk ditanami, karena sudah tercemar oleh polusi, dsb.
Lantunan angklung dan suara merdu mahasiswa dan mahasiswi STBA membelah suasana taman Cilaki. Beberapa pengunjung, panitia dan seniaman yang kebetulan masih berada di lokasi turun untuk berjoged ketika lagu Es Lilin dilantunkan.
Acara demi acara terus mengalir sambil sesekali MC yang berasal dari penyiar radio Delta FM yang berkolaborasi dengan mahasiswi STSI Bandung mengulas tema kegiatan dan mempromosikan stand-stand yang tersebar di Taman Cilaki tersebut. Ratusan orang yang berada di Taman Cilaki terlihat antusias untuk sekadar melihat maupun ikut terlibat dalam peringatan Hari Bumi ke-33 yang bertema “Air Sumber Kehidupan” ini. Seorang ibu yang mengunjungi stand Yayasan Tidusaniy Ciwidey mengaku bahwa kegiatan seperti ini sangat bermanfaat untuk mengingatkan betapa perlunya penghijauan untuk mempertahankan keberadaan air yang diperlukan bagi kehidupan.
Talk Show Petani Organis
Selain menampilkan atraksi kesenian, acara ini juga menampilkan talk show tentang Pertanian organis. Pembicaranya adalah dr. Rini Damayanti (wakil dari Yayasan Tidusaniy), Bapak Muharjo (Biocert) dan Bapak Dwi wakil dari Yayasan Bina Sarana Bakti (pertanian organik Cisarua, Bogor).
Tema dari orasi ini adalah tentang pertanian organis mengapa masyarakat perlu disosialisasikan mengenai isu pertanian organis. Tanaman organis adalah tanaman yang dikembangbiakkan tanpa memakai zat-zat kimia (jadi pupuk yang digunakannya pun dari bahan kompos dan pupuk kandang). Terbukti pupuk-pupuk ini sudah mengandung kandungan-kandungan ionik yang tinggi dan gizi-gizi yang sangat baik untuk pertumbuhan tanaman. Selain itu, tanaman organis tidak menggunakan pestisida (pestisida dapat terakumulasi dalam darah dan bisa menyebabkan kelumpuhan) untuk membasmi hama, jadi dapat dipastikan produknya benar-benar sehat untuk dikonsumsi. Talk show ini diharapkan dapat membangkitkan kesadaran masyarakat Bandung agar lebih memilih produk tanaman organis daripada produk tanaman biasa.
Pelita Kota
Sementara itu, di Taman Cilaki bagian bawah juga terdapat kegiatan Pelita Kota yang melibatkan anak-anak SD untuk bermain sekaligus belajar dengan tema ”Menelusur Perjalanan Setetes Air”. Kegiatan yang diikuti oleh anak-anak yang mewakili 5 Sekolah Dasar ini dimulai dengan ice breaking, yaitu permainan yang bertujuan untuk saling mengenal teman berdasarkan nama, bulan lahir, tinggi badan, dll. Kemudian dilanjutkan dengan acara yang ditujukan untuk memahami siklus air yang terbagi menjadi 4 tahapan atau disebut sebagai ‘stasiun’. Tahapan pertama yaitu stasiun awan, di sini peserta yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu ‘tetes air’ dan ‘polutan’ diajak untuk memahami bahwa polutan yang semakin banyak di dalam awan akan mempersulit air menembusnya untuk turun ke bumi. Kemudian pada stasiun tanah peserta diperlihatkan mengenai bagaimana perlunya vegetasi bagi tanah agar dapat menghasilkan kualitas air yang bersih dibandingkan dengan air tanpa vegetasi yang akan menghasilkan air yang kotor. Stasiun ketiga, yaitu stasiun sungai peserta diajak bermain menjadi berbagai species kodok yang hidup di sungai. Kodok sendiri dijadikan sebagai indicator bagi keberadaan sumber air bersih. Sehingga bila keberadaan hewan di suatu sungai sudah tidak ada, maka sungai tersebut sudah tidak bisa dikatakan sebagai sumber air bersih lagi. Stasiun laut sebagai stasiun terakhir dalam siklus air dimaksudkan untuk memahami rantai makanan di laut. Para peserta dibagi menjadi 3 bagian, ada yang menjadi udang, ikan kecil, dan ikan hiu. Rantai makanan dimulai dari udang yang memakan plankton, kemudian udang dimakan ikan kecil, hingga ikan kecil dimakan ikan hiu. Ketika polutan sudah mengotori laut, maka keberadaan rantai makanan di laut pun akan terpengaruh yang dampaknya pada akhirnya akan sampai juga kepada manusia.
Berbagai masalah air yang terdapat dalam tiap tahapannya lebih dapat dipahami oleh para peserta melalui kegiatan secara langsung seperti ini daripada hanya diberikan melalui materi dari guru di dalam kelas. Salah seorang peserta mengaku senang mengikuti kegiatan seperti ini karena selain sambil bermain ada ilmu yang bisa diserap dan lebih dimengerti secara langsung. Namun, hal yang disayangkan yaitu terbatasnya jumlah peserta, padahal teman-teman lainnya banyak yang antusias ingin mengikuti kegiatan tersebut.
Pos Pameran dan Aksi
Di Taman Cilaki atas kegiatan terus berlangsung, pengunjung semakin banyak dan ikut terlibat dalam Festival Taman Kota ini. Salah satunya pada Pos Pameran dan Aksi yang terdapat di sebelah tenggara taman Cilaki. Terlihat para pengunjung ikut berjongkok untuk melukis dengan cat warna-warni dan membuat pesan-pesan lingkungan di atas pita-pita kain yang digelar di atas rumput. Pita-pita ini akan dipasang pada pohon-pohon dalam aksi Pelestarian Lahan Hijau. Seorang bapak yang menemani putranya melukis berpendapat bahwa kegiatan seperti ini memang baik untuk terus dilaksanakan. Meski dianggap belum mengerti, namun kreativitas putranya di atas pita dapat sebagai sarana untuk mengembangkan bakat seni bagi anak.
Pada pos Pameran dan Aksi juga terdapat karton-karton kecil dengan berbagai bentuk yang diperuntukkan bagi pengunjung untuk menuliskan janji mereka untuk lebih peduli terhadap lingkungan. ‘Janji’ tersebut kemudian akan digantungkan pada ‘pohon janji’ di sebelah barat taman, di dekat panggung. Tujuan ditempatkannya pohon janji yang letaknya berjauhan dari pos dimaksudkan agar pengunjung dapat mengelilingi taman sekaligus melihat dan mengunjungi stand-stand yang ada.
‘Pohon janji’ yang sebenarnya berupa pohon bambu berjumlah 4 batang yang ditancapkan di tanah dipenuhi oleh ‘janji’ dari para pengunjung tentang kepedulian mereka terhadap lingkungan. Mulai dari tidak akan membuang sampah sembarangan, hingga menjaga bumi yang menjadi rumah bagi kelangsungan hidup manusia.
Bazaar Produk Organis
Stand-stand bazaar produk organis juga menarik perhatian pengunjung. Dari sekedar bertanya tentang produk mereka sampai pada transaksi produk-produk tersebut cukup menunjukkan kalau acara ini sangat bermanfaat bagi masyarakat. Adapun pengisi stand bazaar produk organis ini sebagian besar berasal dari luar kota Bandung, bahkan ada yang dari Yogyakarta dan Medan. Produk yang dipamerkan bukan hanya makanan hasil pertanian organis saja tetapi juga produk-produk kebutuhan sehari-hari yang terbuat dari bahan alami dan diproduksi dengan mekanisme alami.
Kafe Organis
Para relawan menjual berbagai makanan yang bahannya sebagian besar berasal dari lahan pertanian organik di sekitar kota Bandung. Bermacam kue, minuman dari bahan alami dan makanan besar (nasi, sayuran) disediakan di sini. Namun sayang pembeli tidak cukup banyak sehingga beberapa makanan masih bersisa sampai akhir acara. Namun ini tidak mengurangi semangat para relawan yang telah bekerja keras selama tiga hari sebelumnya. Bahkan dua hari menjelang acara mereka tidak tidur untuk mempersiapkan semua keperluan kafe organis.
Kafe organis juga menyediakan makan siang buat relawan. Daun pisang digunakan untuk membungkus makan siang para relawan. Daun pisang dipilih karena bahan inilah yang sangat ramah lingkungan dan mudah diperoleh di kota Bandung. Selain itu, penggunaan daun pisang ini merupakan strategi pendidikan lingkungan yang ingin kami sampaikan kepada para relawan.
Paket Hemat Pelita Kota
Anak-anak pun mendapat kesempatan untuk menikmati acara ini. Salah satu stand yang paling banyak didatangi oleh anak-anak adalah Pelita Kota (Pendidikan Lingkungan di Taman Kota). Di stand ini mereka diajak bermain sambil belajar untuk memahami siklus air dan berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi pada setiap tahapan siklus air dalam bentuk permainan.
Setting Pelita Kota di taman Cilaki atas ini merupakan ‘paket hemat’ yaitu paket air yang durasi waktunya dipersingkat dibandingkan dengankegiatan yang berlangsung di taman Cilaki bawah.
Sementara anak-anak itu bermain, pengunjung yang lain banyak yang menonton dari pinggir area permainan. Ada juga yang menunggu giliran sambil bermain badminton. Panitia yang lain pun sibuk mengajak pengunjung lain untuk ikut bermain, tidak hanya anak-anak tapi juga remaja dan orangtua anak-anak tersebut. Memang permainan ini tidak hanya ditujukan bagi anak-anak tapi bisa juga dinikmati oleh kaum dewasa karena pendidikan lingkungan harus diberikan ke segala usia.
Tidak jauh dari tempat itu seorang pria dengan tubuh penuh lumpur bergerak ke sana kemari sambil menyirami tanaman-tanaman yang ada di taman kota. Ini adalah salah satu bagian dari prosesi seni yang dibuat oleh beberapa kelompok seniman Bandung. Aktivitas ini sangat menarik perhatian pengunjung terutama anak-anak. Walaupun agak takut namun karena sangat penasaran anak-anak ini terus mengikuti pria ini kemanapun ia berjalan. Kemudian dengan perintah ‘sang dukun’ pria ini kembali lagi, tapi kali ini ia membawa sebuah sangkar burung yang berisikan kran air. Mungkin yang dimaksudkannya adalah air bersih yang ada sekarang ini sudah tidak bebas polusi lagi.
Pohon Janji, Janji Masyarakat untuk Perbaikan Lingkungan
Satu hal lain yang dilakukan panitia untuk memperluas partisipasi masyarakat di acara ini ialah dengan memasang pohon janji. Dinamakan demikian karena di pohon ini digantung sekitar 200 kertas kecil yang bertuliskan janji-janji yang semuanya ditulis oleh pengunjung yang ada. Bentuk kertasnya bermacam-macam, mulai dari bentuk geometri seperti persegi, lingkaran, atau amorf, sampai pada bentuk-bentuk hewan seperti ikan, gajah, dan kura-kura.
Menurut salah satu panitia yang menjaga stand ini, pohon janji ini dimaksudkan untuk menarik komitmen kita terhadap lingkungan, tidak hanya orang dewasa yang menjadi sasarannya tetapi juga anak-anak. Ini terlihat dengan adanya rombongan dari PAS Salman ITB yang beramai-ramai menuliskan janjinya di sini. Salah seorang mentor PAS Salman ITB yang sempat diwawancara berkata bahwa mereka sengaja membawa enam belas adik mentornya ke sini untuk meramaikan acara ini sekaligus untuk memberikan pendidikan lingkungan secara langsung kepada mereka.
Gaya tulisannya pun bermacam-macam, mulai dari yang sederhana sampai yang bernada puitis. Tulisan yang sederhana (mungkin ditulis oleh anak-anak) itu bunyinya seperti ini, “akan selalu menjaga kebersihan lingkungan di sekitar saya”, “keep our life”, “tanaman indah udara sejuk”. Sedangkan yang bernada puitis seperti ini, “bumiku tempat aku berpijak. Bumiku tempat aku bernafas. Bumiku tempat aku hidup. Selamatkan bumiku, hidupku dan nafasku”, “keep my best, to save my world. Keep nature, in my life”.
Aksi Pelestarian Lahan Hijau
Sementara kegiatan di Taman Cilaki terus berjalan, sekitar pukul 11 siang dilaksanakan Aksi Pelestarian Lahan Hijau bersama dengan anggota Klub Lingkungan dampingan YPBB. Dalam aksi ini dilakukan pemitaan pada pohon-pohon di beberapa ruas jalan utama di Bandung. Bahan yang digunakan adalah kain, pita, dan kertas yang semuanya diberi tulisan-tulisan berupa ajakan untuk menjaga lingkungan terutama pohon.
Sekitar 200 lebih kain, pita, dan kertas telah disiapkan jauh hari untuk aksi ini. Sebagian besar ditulis oleh panitianya sendiri, dan sisanya oleh peserta aksi lainnya yaitu para pelajar yang tergabung dalam klub lingkungan di sekolah masing-masing. Jumlah mereka sekitar 100 orang. Adapun sekolah-sekolah yang mengikutsertakan siswanya dalam kegiatan ini adalah SLTP 27, SLTP 44, SLTP Salman AL-Farisi, SLTP Darul Hikam, dan SLTP St.Maria.
Aksi diawali dengan doa bersama di panggung seni. Para peserta aksi dibariskan memanjang satu barisan, dengan dikawal oleh para relawan yang bertugas sebagai mentor anak-anak. Sambil masing-masing membawa poster atau kain untuk diikatkan pada pohon, para remaja ini berjalan kaki memenuhi trotoar. Tidak ketinggalan pula mobil Palang Merah Indonesia (PMI) ikut mengawal mereka untuk berjaga-jaga.
Pemitaan pertama dilakukan tepat di depan Gedung Sate. Sementara memasang pita, rombongan yang lain terus berjalan. Di pertigaan Trunojoyo, rombongan tersebut dibagi dua. Yang satu (tanpa peserta dari sekolah) masuk ke Jl. Trunojoyo dan mengambil jalur yang lebih panjang sampai ke Grand Hyatt, sedangkan rombongan yang lain (seluruhnya peserta dari sekolah) terus berjalan ke arah Dago. Rute aksi adalah sebagai berikut: Taman Cilaki à Jl. Aria Jipang à Jl.Surapati à Jl. Ir.H.Djuanda, kemudian rombongan ini berhenti di Taman Rangga Malela (Depan Dunkin Donuts) untuk beristirahat.
Sebagian peserta aksi ini adalah perempuan. Bukan karena menjelang Hari Kartini tetapi mungkin karena anggota klub lingkungan sebagian besar adalah perempuan. Seorang siswa kelas satu mengatakan ia mengikuti kegiatan ini karena diajak gurunya. Walaupun sedikit lelah namun ia mengaku senang, “daripada di rumah, ga ada kerjaan”, katanya.
Lima belas menit berikutnya rombongan kembali disiapkan untuk berjalan menuju Taman Cilaki. Sisa kain, pita, dan kertas yang masih di tangan akhirnya dipitakan di beberapa pohon di Jl. Sultan Tirtayasa, Jl. Bahureksa, dan Jl. Progo. Walaupun terlihat kelelahan, mereka mencoba tetap semangat dengan bercanda satu sama lainnya. Para mentor yang terlihat akrab pun selalu berusaha menyemangati mereka.
Talk Show dan Sayonara....
Setelah istirahat, sekitar pukul 2 siang acara dilanjutkan dengan Talkshow yang mengemukakan tentang pentingnya air bagi kehidupan manusia. Talk show menghadirkan pembicara dari Dewan Pemerhati Kelestarian Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) dan panitia dari YPBB. Talk show dipandu oleh 2 orang penyiar radio Delta FM.
Menurut Asep (DPKLTS), air tanah di Bandung Selatan sudah tercemar dan bau, dan air hujan di Bandung 80% tidak terserap, karena daerah resapan air di Bandung kurang dari 2%. Kondisi ini sangat kontras sekali dibandingkan dengan kondisi pada tahun 1920-an, dimana pada tahun itu 60% air hujan di Bandung terserap.
Sedangkan menurut David (YPBB), PDAM pada tahun 2007 sudah tidak akan berfungsi lagi karena pencemaran dari limbah organik dan pertanian sudah sangat besar, karena limbah terbesar di kota Bandung adalah limbah organik (limbah rumah tangga) dan limbah pertanian, walupun limbah itu tidak begitu berbahaya dibandingkan limbah dari industri. Yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki kondisi ini adalah kita harus menyadarkan masyarakat dan pemerintah tentang pentingnya menjaga bumi dan menjaga kualitas air dan kebijakan pemerintah yang salah harus kita perbaiki.
Namun sebelum talk show berakhir, awan mendung mulai menggantungi langit. Tidak berapa lama gerimis pun turun. Talkshow terpaksa dihentikan, begitu pun dengan keseluruhan acara yang terpaksa berhenti ppkarena hujan mulai membesar. Taman Cilaki pun sudah sepi dari pengunjung, sementara air terus tercurah dari langit membasahi bumi. Bersyukurlah kita karena ternyata air masih berkenan untuk turun di atas Kota Bandung yang tercinta. Mungkin tetes-tetes air itu tahu bahwa masih ada yang peduli pada mereka.
Langkah-langkah kaki itu begitu mantap. Santai namun penuh semangat, menelusuri trotoar-trotoar sambil membawa kertas, pita, dan kain yang bertuliskan pesan-pesan lingkungan. Mereka sudah siap untuk memenuhi pohon-pohon di sebagian kota ini dengan tulisan-tulisan kepedulian terhadap lingkungan.
Inilah salah satu gambaran kegiatan Festival Taman Kota dalam rangka memperingati Hari Bumi pada hari Minggu, 20 April 2003 yang diselenggarakan oleh Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB). Kegiatan di atas adalah Aksi Pelestarian Lahan Hijau yang dilakukan oleh anak-anak anggota klub lingkungan dari 5 SLTP di kota Bandung beserta para relawan YPBB.
Acara puncak Festival Taman Kota dilaksanakan pada hari Minggu, 20 April 2003 dipusatkan di taman Cilaki Bandung. Persiapan sudah dilakukan di lokasi kegiatan sejak malam sebelumnya. Seluruh relawan berkumpul di taman Cilaki pada pukul 06.00 WIB untuk mempersiapkan segala sesuatunya.
Pelaksanaan Festival Taman Kota ini cukup semarak seperti tahun-tahun sebelumnya dikarenakan lokasi pelaksanaannya yang berada di salah satu taman kota terbesar di kota Bandung. Posisi taman Cilaki sangat strategis untuk pelaksanaan kegiatan yaitu berada dekat dengan Lapangan Gasibu dan Gedung Sate yang selalu penuh pengunjung pada hari Minggu untuk sekedar berjogging atau duduk santai bersama keluarga dan teman. Apalagi dengan bentuk acara yang sangat inklusif dan memberikan kesempatan yang luas bagi pengunjung untuk ikut serta di dalamnya membuat acara-acara di dalamnya berlangsung ramai dan meriah.
Lokasi kegiatan terbagi menjadi dua, Taman Cilaki atas dipergunakan bagi pusat kegiatan, panggung bagi pertunjukan kesenian, sekaligus lokasi bagi pameran dan bazaar. Sementara Taman Cilaki bagian bawah dipergunakan bagi kegiatan Pelita Kota.
Pembukaan dan Atraksi Seni
Acara resmi dibuka pada pukul 08.00 WIB. Sebuah prosesi seni oleh Pasukan Ketuk dari Arga Wilis STSI Bandung mengawali acara puncak Festival Taman Kota Hari Bumi 2003. Instalasi air dari bambu, suara suling dan kecapi Sunda seakan mengajak semua pengunjung Festival untuk hening sejenak. Pesan-pesan lingkungan dalam bahasa Sunda lembut dan nyaring dalam harmoni musik tardisional itu.
Sebuah happening art menyambut lantunan pesan itu. Seorang seniman melumuri seluruh tubuhnya dengan cat hijau. Ia ingin menyampaikan bahwa air adalah sumber kehidupan, tanpa air tidak akan ada kehidupan. Dua buah botol infus kosong dan orang yang terbaring adalah simbol dari pesan tersebut.
Panggung utama adalah sentral dari kegiatan ini. Di sini pengunjung bisa menyaksikan berbagai atraksi seni dari berbagai kelompok senima lokal Bandung, seperti pembacaan puisi, happening art, musik angklung, talkshow, dan juga penarikan doorprize. Setting panggung yang cukup sederhana tanpa podium namun dibatasi oleh kain hitam panjang yang artistik membuat tempat ini menarik bagi pengunjung. Sebuah kesederhanaan dalam harmoni menyatu dengan alam.
Deretan botol-botol aqua yang telah kosong terlihat di sebelah kanan depan panggung. Sebuah simbol keprihatinan yang ingin diungkapkan oleh seniman akan kondisi air. Sebuah sumber daya alam yang seharusnya dapat dinikmati secara gratis oleh masyarakat namun kini sudah tercemar dan dikuasai oleh industri. Masyarakat harus membayar untuk dapat mengakses air yang merupakan sumber kehidupan tersebut.
Selain Pasukan Ketuk, atraksi seni juga diisi oleh Arga Wilis STSI Bandung yang menampilkan Tarian Bumi, grup nasyid Al-Jihad, grup musik angklung dari Gentraseba STBA YAPARI Bandung dan Paguyuban Pengarang Sastra Sunda (PPSS) yang membacakan sebuah cerpen berjudul Leuweung Larangan (Hutan Lindung). Cerpen ini menceritakan tentang kakek yang mendongeng kepada cucunya tentang hutan larangan yang dijaga oleh siluman nyi putri. Kalau ada yang berani datang dan merusak hutan itu, maka Nyi Putri akan menangkap orang itu. Tetapi itu hanya dongeng, karena setelah cucunya besar, justru cucunya yang merusak hutan itu. Pesan dari cerpen ini adalah semakin pintar pikiran kita, justru semakin jahat kita terhadap hutan.
Selain cerpen, PPSS juga menampilkan puisi yang berjudul Langit, Bulan dan Bunga yang dibacakan oleh Euis. Isi dari puisi ini adalah walaupun banyak lahan di bumi, tetapi tidak semua lahan bisa ditanami oleh bunga dan ubi, karena banyak kondisi lahan yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk ditanami, karena sudah tercemar oleh polusi, dsb.
Lantunan angklung dan suara merdu mahasiswa dan mahasiswi STBA membelah suasana taman Cilaki. Beberapa pengunjung, panitia dan seniaman yang kebetulan masih berada di lokasi turun untuk berjoged ketika lagu Es Lilin dilantunkan.
Acara demi acara terus mengalir sambil sesekali MC yang berasal dari penyiar radio Delta FM yang berkolaborasi dengan mahasiswi STSI Bandung mengulas tema kegiatan dan mempromosikan stand-stand yang tersebar di Taman Cilaki tersebut. Ratusan orang yang berada di Taman Cilaki terlihat antusias untuk sekadar melihat maupun ikut terlibat dalam peringatan Hari Bumi ke-33 yang bertema “Air Sumber Kehidupan” ini. Seorang ibu yang mengunjungi stand Yayasan Tidusaniy Ciwidey mengaku bahwa kegiatan seperti ini sangat bermanfaat untuk mengingatkan betapa perlunya penghijauan untuk mempertahankan keberadaan air yang diperlukan bagi kehidupan.
Talk Show Petani Organis
Selain menampilkan atraksi kesenian, acara ini juga menampilkan talk show tentang Pertanian organis. Pembicaranya adalah dr. Rini Damayanti (wakil dari Yayasan Tidusaniy), Bapak Muharjo (Biocert) dan Bapak Dwi wakil dari Yayasan Bina Sarana Bakti (pertanian organik Cisarua, Bogor).
Tema dari orasi ini adalah tentang pertanian organis mengapa masyarakat perlu disosialisasikan mengenai isu pertanian organis. Tanaman organis adalah tanaman yang dikembangbiakkan tanpa memakai zat-zat kimia (jadi pupuk yang digunakannya pun dari bahan kompos dan pupuk kandang). Terbukti pupuk-pupuk ini sudah mengandung kandungan-kandungan ionik yang tinggi dan gizi-gizi yang sangat baik untuk pertumbuhan tanaman. Selain itu, tanaman organis tidak menggunakan pestisida (pestisida dapat terakumulasi dalam darah dan bisa menyebabkan kelumpuhan) untuk membasmi hama, jadi dapat dipastikan produknya benar-benar sehat untuk dikonsumsi. Talk show ini diharapkan dapat membangkitkan kesadaran masyarakat Bandung agar lebih memilih produk tanaman organis daripada produk tanaman biasa.
Pelita Kota
Sementara itu, di Taman Cilaki bagian bawah juga terdapat kegiatan Pelita Kota yang melibatkan anak-anak SD untuk bermain sekaligus belajar dengan tema ”Menelusur Perjalanan Setetes Air”. Kegiatan yang diikuti oleh anak-anak yang mewakili 5 Sekolah Dasar ini dimulai dengan ice breaking, yaitu permainan yang bertujuan untuk saling mengenal teman berdasarkan nama, bulan lahir, tinggi badan, dll. Kemudian dilanjutkan dengan acara yang ditujukan untuk memahami siklus air yang terbagi menjadi 4 tahapan atau disebut sebagai ‘stasiun’. Tahapan pertama yaitu stasiun awan, di sini peserta yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu ‘tetes air’ dan ‘polutan’ diajak untuk memahami bahwa polutan yang semakin banyak di dalam awan akan mempersulit air menembusnya untuk turun ke bumi. Kemudian pada stasiun tanah peserta diperlihatkan mengenai bagaimana perlunya vegetasi bagi tanah agar dapat menghasilkan kualitas air yang bersih dibandingkan dengan air tanpa vegetasi yang akan menghasilkan air yang kotor. Stasiun ketiga, yaitu stasiun sungai peserta diajak bermain menjadi berbagai species kodok yang hidup di sungai. Kodok sendiri dijadikan sebagai indicator bagi keberadaan sumber air bersih. Sehingga bila keberadaan hewan di suatu sungai sudah tidak ada, maka sungai tersebut sudah tidak bisa dikatakan sebagai sumber air bersih lagi. Stasiun laut sebagai stasiun terakhir dalam siklus air dimaksudkan untuk memahami rantai makanan di laut. Para peserta dibagi menjadi 3 bagian, ada yang menjadi udang, ikan kecil, dan ikan hiu. Rantai makanan dimulai dari udang yang memakan plankton, kemudian udang dimakan ikan kecil, hingga ikan kecil dimakan ikan hiu. Ketika polutan sudah mengotori laut, maka keberadaan rantai makanan di laut pun akan terpengaruh yang dampaknya pada akhirnya akan sampai juga kepada manusia.
Berbagai masalah air yang terdapat dalam tiap tahapannya lebih dapat dipahami oleh para peserta melalui kegiatan secara langsung seperti ini daripada hanya diberikan melalui materi dari guru di dalam kelas. Salah seorang peserta mengaku senang mengikuti kegiatan seperti ini karena selain sambil bermain ada ilmu yang bisa diserap dan lebih dimengerti secara langsung. Namun, hal yang disayangkan yaitu terbatasnya jumlah peserta, padahal teman-teman lainnya banyak yang antusias ingin mengikuti kegiatan tersebut.
Pos Pameran dan Aksi
Di Taman Cilaki atas kegiatan terus berlangsung, pengunjung semakin banyak dan ikut terlibat dalam Festival Taman Kota ini. Salah satunya pada Pos Pameran dan Aksi yang terdapat di sebelah tenggara taman Cilaki. Terlihat para pengunjung ikut berjongkok untuk melukis dengan cat warna-warni dan membuat pesan-pesan lingkungan di atas pita-pita kain yang digelar di atas rumput. Pita-pita ini akan dipasang pada pohon-pohon dalam aksi Pelestarian Lahan Hijau. Seorang bapak yang menemani putranya melukis berpendapat bahwa kegiatan seperti ini memang baik untuk terus dilaksanakan. Meski dianggap belum mengerti, namun kreativitas putranya di atas pita dapat sebagai sarana untuk mengembangkan bakat seni bagi anak.
Pada pos Pameran dan Aksi juga terdapat karton-karton kecil dengan berbagai bentuk yang diperuntukkan bagi pengunjung untuk menuliskan janji mereka untuk lebih peduli terhadap lingkungan. ‘Janji’ tersebut kemudian akan digantungkan pada ‘pohon janji’ di sebelah barat taman, di dekat panggung. Tujuan ditempatkannya pohon janji yang letaknya berjauhan dari pos dimaksudkan agar pengunjung dapat mengelilingi taman sekaligus melihat dan mengunjungi stand-stand yang ada.
‘Pohon janji’ yang sebenarnya berupa pohon bambu berjumlah 4 batang yang ditancapkan di tanah dipenuhi oleh ‘janji’ dari para pengunjung tentang kepedulian mereka terhadap lingkungan. Mulai dari tidak akan membuang sampah sembarangan, hingga menjaga bumi yang menjadi rumah bagi kelangsungan hidup manusia.
Bazaar Produk Organis
Stand-stand bazaar produk organis juga menarik perhatian pengunjung. Dari sekedar bertanya tentang produk mereka sampai pada transaksi produk-produk tersebut cukup menunjukkan kalau acara ini sangat bermanfaat bagi masyarakat. Adapun pengisi stand bazaar produk organis ini sebagian besar berasal dari luar kota Bandung, bahkan ada yang dari Yogyakarta dan Medan. Produk yang dipamerkan bukan hanya makanan hasil pertanian organis saja tetapi juga produk-produk kebutuhan sehari-hari yang terbuat dari bahan alami dan diproduksi dengan mekanisme alami.
Kafe Organis
Para relawan menjual berbagai makanan yang bahannya sebagian besar berasal dari lahan pertanian organik di sekitar kota Bandung. Bermacam kue, minuman dari bahan alami dan makanan besar (nasi, sayuran) disediakan di sini. Namun sayang pembeli tidak cukup banyak sehingga beberapa makanan masih bersisa sampai akhir acara. Namun ini tidak mengurangi semangat para relawan yang telah bekerja keras selama tiga hari sebelumnya. Bahkan dua hari menjelang acara mereka tidak tidur untuk mempersiapkan semua keperluan kafe organis.
Kafe organis juga menyediakan makan siang buat relawan. Daun pisang digunakan untuk membungkus makan siang para relawan. Daun pisang dipilih karena bahan inilah yang sangat ramah lingkungan dan mudah diperoleh di kota Bandung. Selain itu, penggunaan daun pisang ini merupakan strategi pendidikan lingkungan yang ingin kami sampaikan kepada para relawan.
Paket Hemat Pelita Kota
Anak-anak pun mendapat kesempatan untuk menikmati acara ini. Salah satu stand yang paling banyak didatangi oleh anak-anak adalah Pelita Kota (Pendidikan Lingkungan di Taman Kota). Di stand ini mereka diajak bermain sambil belajar untuk memahami siklus air dan berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi pada setiap tahapan siklus air dalam bentuk permainan.
Setting Pelita Kota di taman Cilaki atas ini merupakan ‘paket hemat’ yaitu paket air yang durasi waktunya dipersingkat dibandingkan dengankegiatan yang berlangsung di taman Cilaki bawah.
Sementara anak-anak itu bermain, pengunjung yang lain banyak yang menonton dari pinggir area permainan. Ada juga yang menunggu giliran sambil bermain badminton. Panitia yang lain pun sibuk mengajak pengunjung lain untuk ikut bermain, tidak hanya anak-anak tapi juga remaja dan orangtua anak-anak tersebut. Memang permainan ini tidak hanya ditujukan bagi anak-anak tapi bisa juga dinikmati oleh kaum dewasa karena pendidikan lingkungan harus diberikan ke segala usia.
Tidak jauh dari tempat itu seorang pria dengan tubuh penuh lumpur bergerak ke sana kemari sambil menyirami tanaman-tanaman yang ada di taman kota. Ini adalah salah satu bagian dari prosesi seni yang dibuat oleh beberapa kelompok seniman Bandung. Aktivitas ini sangat menarik perhatian pengunjung terutama anak-anak. Walaupun agak takut namun karena sangat penasaran anak-anak ini terus mengikuti pria ini kemanapun ia berjalan. Kemudian dengan perintah ‘sang dukun’ pria ini kembali lagi, tapi kali ini ia membawa sebuah sangkar burung yang berisikan kran air. Mungkin yang dimaksudkannya adalah air bersih yang ada sekarang ini sudah tidak bebas polusi lagi.
Pohon Janji, Janji Masyarakat untuk Perbaikan Lingkungan
Satu hal lain yang dilakukan panitia untuk memperluas partisipasi masyarakat di acara ini ialah dengan memasang pohon janji. Dinamakan demikian karena di pohon ini digantung sekitar 200 kertas kecil yang bertuliskan janji-janji yang semuanya ditulis oleh pengunjung yang ada. Bentuk kertasnya bermacam-macam, mulai dari bentuk geometri seperti persegi, lingkaran, atau amorf, sampai pada bentuk-bentuk hewan seperti ikan, gajah, dan kura-kura.
Menurut salah satu panitia yang menjaga stand ini, pohon janji ini dimaksudkan untuk menarik komitmen kita terhadap lingkungan, tidak hanya orang dewasa yang menjadi sasarannya tetapi juga anak-anak. Ini terlihat dengan adanya rombongan dari PAS Salman ITB yang beramai-ramai menuliskan janjinya di sini. Salah seorang mentor PAS Salman ITB yang sempat diwawancara berkata bahwa mereka sengaja membawa enam belas adik mentornya ke sini untuk meramaikan acara ini sekaligus untuk memberikan pendidikan lingkungan secara langsung kepada mereka.
Gaya tulisannya pun bermacam-macam, mulai dari yang sederhana sampai yang bernada puitis. Tulisan yang sederhana (mungkin ditulis oleh anak-anak) itu bunyinya seperti ini, “akan selalu menjaga kebersihan lingkungan di sekitar saya”, “keep our life”, “tanaman indah udara sejuk”. Sedangkan yang bernada puitis seperti ini, “bumiku tempat aku berpijak. Bumiku tempat aku bernafas. Bumiku tempat aku hidup. Selamatkan bumiku, hidupku dan nafasku”, “keep my best, to save my world. Keep nature, in my life”.
Aksi Pelestarian Lahan Hijau
Sementara kegiatan di Taman Cilaki terus berjalan, sekitar pukul 11 siang dilaksanakan Aksi Pelestarian Lahan Hijau bersama dengan anggota Klub Lingkungan dampingan YPBB. Dalam aksi ini dilakukan pemitaan pada pohon-pohon di beberapa ruas jalan utama di Bandung. Bahan yang digunakan adalah kain, pita, dan kertas yang semuanya diberi tulisan-tulisan berupa ajakan untuk menjaga lingkungan terutama pohon.
Sekitar 200 lebih kain, pita, dan kertas telah disiapkan jauh hari untuk aksi ini. Sebagian besar ditulis oleh panitianya sendiri, dan sisanya oleh peserta aksi lainnya yaitu para pelajar yang tergabung dalam klub lingkungan di sekolah masing-masing. Jumlah mereka sekitar 100 orang. Adapun sekolah-sekolah yang mengikutsertakan siswanya dalam kegiatan ini adalah SLTP 27, SLTP 44, SLTP Salman AL-Farisi, SLTP Darul Hikam, dan SLTP St.Maria.
Aksi diawali dengan doa bersama di panggung seni. Para peserta aksi dibariskan memanjang satu barisan, dengan dikawal oleh para relawan yang bertugas sebagai mentor anak-anak. Sambil masing-masing membawa poster atau kain untuk diikatkan pada pohon, para remaja ini berjalan kaki memenuhi trotoar. Tidak ketinggalan pula mobil Palang Merah Indonesia (PMI) ikut mengawal mereka untuk berjaga-jaga.
Pemitaan pertama dilakukan tepat di depan Gedung Sate. Sementara memasang pita, rombongan yang lain terus berjalan. Di pertigaan Trunojoyo, rombongan tersebut dibagi dua. Yang satu (tanpa peserta dari sekolah) masuk ke Jl. Trunojoyo dan mengambil jalur yang lebih panjang sampai ke Grand Hyatt, sedangkan rombongan yang lain (seluruhnya peserta dari sekolah) terus berjalan ke arah Dago. Rute aksi adalah sebagai berikut: Taman Cilaki à Jl. Aria Jipang à Jl.Surapati à Jl. Ir.H.Djuanda, kemudian rombongan ini berhenti di Taman Rangga Malela (Depan Dunkin Donuts) untuk beristirahat.
Sebagian peserta aksi ini adalah perempuan. Bukan karena menjelang Hari Kartini tetapi mungkin karena anggota klub lingkungan sebagian besar adalah perempuan. Seorang siswa kelas satu mengatakan ia mengikuti kegiatan ini karena diajak gurunya. Walaupun sedikit lelah namun ia mengaku senang, “daripada di rumah, ga ada kerjaan”, katanya.
Lima belas menit berikutnya rombongan kembali disiapkan untuk berjalan menuju Taman Cilaki. Sisa kain, pita, dan kertas yang masih di tangan akhirnya dipitakan di beberapa pohon di Jl. Sultan Tirtayasa, Jl. Bahureksa, dan Jl. Progo. Walaupun terlihat kelelahan, mereka mencoba tetap semangat dengan bercanda satu sama lainnya. Para mentor yang terlihat akrab pun selalu berusaha menyemangati mereka.
Talk Show dan Sayonara....
Setelah istirahat, sekitar pukul 2 siang acara dilanjutkan dengan Talkshow yang mengemukakan tentang pentingnya air bagi kehidupan manusia. Talk show menghadirkan pembicara dari Dewan Pemerhati Kelestarian Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) dan panitia dari YPBB. Talk show dipandu oleh 2 orang penyiar radio Delta FM.
Menurut Asep (DPKLTS), air tanah di Bandung Selatan sudah tercemar dan bau, dan air hujan di Bandung 80% tidak terserap, karena daerah resapan air di Bandung kurang dari 2%. Kondisi ini sangat kontras sekali dibandingkan dengan kondisi pada tahun 1920-an, dimana pada tahun itu 60% air hujan di Bandung terserap.
Sedangkan menurut David (YPBB), PDAM pada tahun 2007 sudah tidak akan berfungsi lagi karena pencemaran dari limbah organik dan pertanian sudah sangat besar, karena limbah terbesar di kota Bandung adalah limbah organik (limbah rumah tangga) dan limbah pertanian, walupun limbah itu tidak begitu berbahaya dibandingkan limbah dari industri. Yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki kondisi ini adalah kita harus menyadarkan masyarakat dan pemerintah tentang pentingnya menjaga bumi dan menjaga kualitas air dan kebijakan pemerintah yang salah harus kita perbaiki.
Namun sebelum talk show berakhir, awan mendung mulai menggantungi langit. Tidak berapa lama gerimis pun turun. Talkshow terpaksa dihentikan, begitu pun dengan keseluruhan acara yang terpaksa berhenti ppkarena hujan mulai membesar. Taman Cilaki pun sudah sepi dari pengunjung, sementara air terus tercurah dari langit membasahi bumi. Bersyukurlah kita karena ternyata air masih berkenan untuk turun di atas Kota Bandung yang tercinta. Mungkin tetes-tetes air itu tahu bahwa masih ada yang peduli pada mereka.
No comments:
Post a Comment