Bagi para ibu rumah tangga, pasti sudah akrab dengan Mang Sampah atau Tukang Sampah. Ya, Mang Sampah atau Tukang Sampah adalah sebutan khas Bandung Raya bagi para petugas pengumpul sampah, yang setiap harinya keliling mengitari kompleks perumahan atau pemukiman warga. Kebanyakan memang petugas pengumpulan sampah memang laki-laki. Tugasnya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mengambil dan mengumpulkan sampah yang dihasilkan oleh warga di Bandung Raya menggunakan gerobak atau motor roda tiga.
Petugas pengumpul sampah memiliki peran krusial
dalam mewujudkan sebuah kota menjadi Zero Waste Cities. Para petugas ini
menjadi garda terdepan dalam menangani masalah sampah. Peran ini cukup penting
jika kita menginginkan kota yang kita tinggali menjadi kota yang bersih dan
nyaman serta asri. Namun, tahukah Anda bahwa tugas yang mulia dan sangat
membantu kita ini, memiliki resiko yang cukup berat.
Coba bayangkan jika anda harus menggantikan
tugas pengumpul sampah untuk mengambil dan mengumpulkan sampah satu kompleks
dengan jumlah KK kurang lebih sebanyak 300 KK! Lalu Anda disuruh untuk memilah
dan memungut sampah yang sekiranya masih bisa digunakan atau dimanfaatkan,
namun kondisinya sudah tercampur dengan sampah makanan yang sudah membusuk.
Pasti jijik dan bau dong ya. Mereka harus terpapar langsung dengan sampah yang
kotor dan mau tidak mau harus bertemu dengan makhluk mikro yang bernama kuman,
bakteri dan virus. Selain makhluk mikro tadi, ada juga gas beracun yang
berpotensi besar dihasilkan oleh campuran antara sampah organik dan anorganik.
Ya, gas metana merupakan satu dari sekian banyak gas beracun yang keberadaannya
mengancam nyawa manusia.
Perlu kita ketahui bersama, resiko yang harus
dihadapi oleh petugas pengumpul sampah ternyata masih belum sebanding dengan
upah yang diterima. Rendahnya upah yang diterima ditambah belum adanya jaminan
kesehatan menjadi salah satu hal yang harus menjadi perhatian kita terutama
pemerintah.
Beberapa kasus pernah terjadi di Bandung Raya
akibat minimnya kepedulian terhadap kesehatan petugas pengumpul sampah. Pada
tahun 2018, ada almarhum Hermawan yang meninggal akibat luka terkena tusukan sate
yang dibuang dan bercampur dengan sampah lainnya. Selain itu, ada mang Udin,
petugas sampah RW 09 Kelurahan Sukaluyu, Kota Bandung, pernah beberapa kali
terluka akibat sampah tusuk sate dan jatuh sakit karena paparan aroma sampah
tercampur. Ada juga mang Kosasih, Petugas Pengumpul Sampah RW 07 Kelurahan
Padasuka, Kota Cimahi, yang sempat pincang akibat terkena tusuk sate. Dari
kasus tersebut, bisa kita ketahui, bahwa perlengkapan yang masih minim seperti
sepatu boots dan masker diperlukan oleh petugas pengumpul sampah dalam
menghindari resiko yang mereka hadapi.
Kasman, petugas pengumpul sampah RW 19 Kelurahan Cigugur Tengah Cimahi |
“Gerobak yang layak, soalnya sudah agak rusak.”
kata Kasman salah satu petugas pengumpul sampah 19 Kelurahan Cigugur Tengah
Cimahi yang sempat diwawancarai oleh tim lapangan Zero Waste Cities YPBB.
Selain sepatu boots, untuk menghindari resiko tersebut, setidaknya petugas
pengumpul sampah membutuhkan peralatan pengumpulan sampah yang layak dan aman
untuk digunakan, seperti gerobak yang layak pakai untuk mengangkut sampah,
motor roda tiga untuk memudahkan penarikan gerobak, gacok untuk membongkar
sampah yang terkumpul, masker untuk menahan udara dan gas beracun supaya tidak
terhirup, sarung tangan untuk melindungi kulit supaya tidak terkena kontak
dengan kuman, bakteri maupun virus berbahaya dan beberapa peralatan lainnya
guna menunjang keamanan dan memudahkan pekerjaan mereka.
Kita perlu mengapresiasi beberapa usaha
pemerintah daerah, seperti program Kang Pisman di
Kota Bandung dan Cimahi Barengras di Cimahi. Upaya tersebut dilakukan dalam
rangka untuk meminimalisir jumlah sampah yang diangkut ke TPA yang secara
langsung hal tersebut juga meminimalisir resiko yang dihadapi petugas pengumpul
sampah. Dengan adanya pemilahan dari rumah sebagai salah satu aspek yang
ditekankan pada program tersebut, akan turut serta mengurangi dampak yang
membahayakan bagi para petugas pengumpul sampah ini. Namun, hal itu masih belum
dirasa cukup untuk membantu kesejahteraan para petugas pengumpul sampah. Mereka
juga mengakui bahwa mereka ingin adanya pengakuan dan upah yang layak sebagai
pekerja formal oleh pemerintah. Peraturan Daerah dan jaminan kesehatan menjadi
poin penting lainnya yang dibutuhkan oleh para petugas pengumpul sampah.
Sebagai upaya kepedulian akan kesejahteraan
petugas pengumpul sampah, YPBB telah menyelenggarakan pengumpulan donasi yang
sampai saat ini sudah berjalan 3 tahap. Sebanyak
228 petugas pengumpul sampah yang berada di 3 wilayah dampingan YPBB, sudah menerima bantuan berupa APD sepatu
boots, sabun cuci tangan dan beberapa kebutuhan pokok seperti beras dan minyak
goreng. Namun kesejahteraan para petugas pengumpul sampah tidak selamanya
bergantung kepada donasi bukan? Mereka butuh kehidupan yang layak dan terjamin
supaya bisa mengerjakan tugasnya dengan baik sebagai garda terdepan untuk
menangani masalah sampah.
No comments:
Post a Comment